Mundur dari Jabatan Hanya Bisa Dilakukan Orang Berjiwa Cerdas dan Bermental Merdeka | i58BET

MINIPOLAR -Tim Gabungan Independen Pencari Fakta atau TGIPF Tragedi Kanjuruhan merekomendasikan bahwa sudah sepatutnya Ketua Umum PSSI dan seluruh jajarannya bertanggung jawab secara moral dan etik atas tragedi sepak bola yang menewaskan 132 orang.
Bentuk dari tanggung jawab moral adalah mengundurkan diri dari jabatan. Rekomendasi itu disampaikan walau pemerintah tidak bisa mengintervensi PSSI. judi online
Terkait hal itu, Dani Asmara, alumni Program Studi Sejarah Unpad yang juga Dosen STAI Sabili Bandung mengutarakan pandangannya. Tulisannya dimuat di Harian Umum Pikiran Rakyat edisi 21 Oktober 2022. Berikut ini tulisan lengkapnya. Kepada pembaca yang bijak lagi bestari, selamat membaca.
Tradisi mundur dari jabatan karena merasa gagal sebagai bentuk tanggung jawab moral dari seorang pemimpin, masih dianggap aneh di tengah budaya masyarakat yang sangat mendewakan jabatan.
Di negeri ini, sikap mengundurkan diri dari jabatan belumlah biasa. Jarang sekali ada pejabat setingkat bupati, gubernur, menteri, dan anggota DPR, yang karena gagal menjalankan tugas atau berbuat tercela, mengundurkan diri.
Kalau ada pejabat yang berani mengundurkan diri, baru pejabat setingkat dirjen, seperti mundurnya Sigit P Pramudinto dari jabatan Dirjen Pajak karena tidak tercapainya target penerimaan pajak pada awal Desember 2015.
Atau, mundurnya Dirjen Perhubungan Darat di Kementerian Perhubungan Djoko Sasono sebagai bentuk tanggung jawab atas kemacetan panjang saat liburan akhir tahun 2015.
Lalu, mundurnya Dirjen Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan HAM Handoyo Sudrajat pada 29 April 2015 sebagai tanggung jawab atas gagalnya sejumlah program di bawah kepemimpinannya.
Benar kata Muchtar Lubis (1981; 26-27), manusia Indonesia memiliki mental segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatan, putusan, kelakuan, dan pikirannya.
”Bukan saya” merupakan kalimat populer untuk menggeser tanggung jawab tentang suatu kesalahan pada bawahan. i58bet!
i58BET – Bawahannya juga tidak mau bertanggung jawab sehingga melakukan pembelaan dengan mengatakan, ”Saya hanya melaksanakan perintah atasan.”
Hasilnya, kita dapat menghitung dengan jari pejabat yang mempunyai keberanian dan moralitas tinggi untuk tampil ke depan memikul tanggung jawab terhadap kesalahan dan kegagalan yang terjadi dalam lingkup tanggung jawabnya.
Sebaliknya, jika mendapat kesuksesan, manusia Indonesia tak sungkan tampil ke depan menerima bintang, tepuk tangan, pujian, piagam penghargaan, dan berbagai bonus melimpah.
Tradisi mundur dari jabatan publik karena bertanggung jawab harus diapresiasi sebagai sikap kesatria.
Bila amanah gagal dijalankan dan kemudian mundur, itu artinya efisiensi waktu, memberikan kesempatan kepada orang lain yang lebih andal, profesional, dan lebih sanggup mewujudkan amanah tersebut.
Mohammad Hatta
Keberanian bertanggung jawab dan mundur melepas jabatan bukanlah perkara mudah. Sikap bertanggung jawab itu hanya bisa dilakukan orang yang mentalnya merdeka, yang jiwanya cerdas tercerahkan oleh nilai-nilai religius yaitu yang paham kalau kepemimpinan dan jabatan adalah amanah yang menuntut pertanggungjawaban.
Tentang tanggung jawab dan melepas jabatan, kita bisa belajar pada sejarah pemerintahan Indonesia.
Pada 1 Desember 1956, Mohammad Hatta pernah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Presiden Indonesia. Padahal, dia sedang berada di puncak jabatan dan tidak gagal dalam menjalankan tugas.
Menurut putrinya, Halida Hatta, pengunduran diri Mohammad Hatta karena dua alasan. Pertama, dia melihat dalam sistem politik waktu itu wakil presiden tak ada dan tak jelas lagi peranannya, lebih banyak pada aspek seremonial, tidak punya peran pembuat kebijakan.
Daripada harus menghabiskan uang negara untuk pekerjaan ”gunting pita”, Mohammad Hatta memilih mundur.
Kedua, Mohammad Hatta semakin khawatir dengan peran Partai Komunis Indonesia yang waktu itu semakin agresif dan dominan, seiring dibentuknya aliansi Nasionalis, Agama, dan Komunis (Nasakom) oleh Soekarno. Ideologi komunis yang ateis, menurut Mohammad Hatta, tak cocok diterapkan di Indonesia.
Terlebih, dalam dunia sepak bola, mengundurkan diri karena tanggung jawab telah gagal membawa klubnya sebagai juara menjadi hal biasa yang dilakukan pelatih.
Seperti dalam Gojek Traveloka Liga 1 2017, Pelatih Persib Bandung kala itu, Djadjang Nurdjaman mengundurkan diri setelah gagal melatih Persib Bandung, jauh sebelum Rene Alberts mundur dari Maung Bandung pada Agustus 2022.
Begitu pun Angel Alfredo Vera dari Persipura, Hans Peter Schaller dari Bali United, Timo Scheuneman dari Persiba Balikpapan, Laurent Hatton dari PS TNI, Oswaldo Lessa dari Sriwijaya FC, dan Pelatih Lestiadi dari Persipura Jayapura. Semuanya memilih mundur dengan alasan performa yang kurang mumpuni.
Langkah melepaskan jabatan dari para pejabat yang merasa gagal menjalankan tugas bisa menjadi contoh atau teladan Revolusi Mental yang digaungkan pemerintah.
Revolusi Mental masih jauh panggang dari api bila tidak disertai dengan contoh nyata dari para pejabat negara.
Sesungguhnya krisis bangsa ini adalah masalah panutan dan keteladanan termasuk tentang tanggung jawab. slot game gacor
Generasi muda kita kehilangan teladan baik dari para pejabat, mulai dari beroleh jabatan dengan politik uang hingga menjalankan jabatan tak sungguh-sungguh dan bertanggung jawab, malah memperkaya diri, keluarga, dan kolega.
Kita tentu merindukan teladan dari para pejabat di negeri ini, yang berani bertanggung jawab mengundurkan diri bila gagal menjaga amanah dan kepercayaan.

#News #Article #Today #Indonesia #SlotGacor #i58BET
No comments:
Post a Comment